Wednesday, September 28, 2016

Keutamaan Surat Al Waqi'ah

Sumber Ilustrasi: Google

Al Waqi’ah bermakna Sesuatu Yang Pasti Terjadi”. Ia merupakan salah satu nama dari nama-nama hari Kiamat. Ia dinamakan demikian karena isi surat ini mengkabarkan kepada kita tentang kedahsyatan hari kiamat, kenikmatan syurga dan kepedihan siksaan ahli neraka dan pembagian manusia menjadi tiga golongan. Karenanya Rasulullah SAW menyatakan bahwa surat ini dan beberapa surat lainnya menjadikan Baginda beruban. Beliau bersabda:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ شِبْتَ قَالَ : (( شَيَّبَتْنِي هُودٌ وَالْوَاقِعَةُ وَالْمُرْسَلَاتُ وَعَمَّ يَتَسَاءَلُونَ وَإِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ)) رواه الترمذي

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata:  telah berkata Abu Bakar ra (kepada Rasulullah r):  Ya Rasulullah anda telah beruban. Rasululah SAW  menjawab: “Telah menjadikan aku beruban Surat Hud, Surat Al Waqi’ah, Surat Al Mursalat, Surat Amma Yatasaaluun (An Naba’) dan Surat Idzasy Syamsu Kuwwirot (At Takwir)”. (Riwayat Tirmizi).

Membiasakan membaca surat Al Waqi’ah juga akan mengelakkan seseorang daripada kemiskinan. Ibnu Asakir dalam kitab “Tarikh Dimasyq” meriwayatkan dari Abu Zhabiyah bahwa ia berkata: Ibnu Mas’ud pernah sakit, yaitu sakit yang mengakibatkan wafatnya. Maka datanglah Utsman bin Affan ra menjenguknya dan berkata: “Apa yang anda keluhkan ?

Ibnu Mas’ud: “Dosa-dosaku”.

Utsman bin Affan: “Apa yang anda inginkan?”

Ibnu Mas’ud: “Rahmat Tuhanku”.

Utsman bin Affan: “Bolehkah aku memanggilkan Seorang Dokter untukmu?”

Ibnu Mas’ud: “Dokter membuatku menjadi sakit”

Utsman bin Affan: “Bolehkah aku memberimu sesuatu (harta)?

Ibnu Mas’ud: “Aku tidak memerlukannya”.

Utsman bin Affan: “(harta itu) untuk anak-anak perempuanmu setelah kamu tiada”.

Ibnu Mas’ud: Apakah kamu mengkhawatirkan kefakiran kepada anak-anak perempuanku ?. Aku telah memerintahkan anak-anak perempuanku untuk membaca surat Al Waqi’ah, dan sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah SAW  bersabda:

« مَنْ قَرَأ سُورَة الواقِعَة في كل ليلة لم تُصِبْهُ فاقةٌ أبَداً »


“Sesiapa yang membaca surat Al Waqi’ah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kefakiran selamanya”.


@am.yusuf

Keutamaan Surat Sajdah dan Surat Yasin

1             

             
            1. Surat As Sajdah

Surat ini merupakan surat yang cukup pendek, hanya tiga muka surat dalam Mushaf rasm Uthmani. Ia merupakan surat yang sunnah untuk dibaca oleh Imam pada Shalat Shubuh hari Jum’at pada Raka’at ke satu, dan surat Al Insan pada raka’at yang kedua. Dalilnya adalah sabda Baginda ٍSAW :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم  كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ

Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Nabi SAW  membaca di dalam Solat Fajr (shubuh) pada hari Jumaat dengan Alif Lam Mim Tanzil (surat Sajdah) dan Hal Ataa ‘alal Insaani (Surat Al Insan). (Riwayat Bukhori dan Muslim.

2. Surat Yaasin

Diantara sekian banyak surat-surat dalam Al Qur’an, sepertinya Surat Yasiin memiliki kedudukan tersendiri di kalangan umat Islam Nusantara. Surat ini merupakan salah satu surat panjang yang paling akrab di lidah dan telinga kaum Muslimin. Setiap malam jumaat, dalam Majlis Tahlil atau pun doa selamat selalu dibacakan surat ini. Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak orang yang dengan “tidak sengaja” menghafal surat ini. Lebih dari itu, kita melihat di surau-surau dan masjid-masjid banyak terdapat buku “Yasin dan tahlil”, yang dicetak secara terpisah dari Mushaf Al Qur’an.

Apakah keutamaan-keutamaan Surat Yasin?

Berkenaan dengan keutamaan Surat ini[1], Rasulullah SAW  bersabda:

عَنْ مَعْقِل بِنْ يَسَار أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ((قَلْبُ القُرْآنِ يس لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ الآخِرَةَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ، اِقرؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ)) (رواه أحمد وأبو داود والنسائي وابن ماجه)

Dari Ma’qil bin Yasar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW  bersabda: “Jantung (hati) al Qur’an adalah Yasiin. Tidaklah seseorang membacanya dengan menginginkan (keridhaan) Allah r dan negeri akhirat kecuali Allah r akan mengampuninya. Bacalah ia (surat Yasin) kepada orang yang sedang sakaratul maut diantara kamu”. (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah).

Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan bahwa Rasulullah SAW  bersabda: “Sesiapa yang membaca Surat Yasiin pada malam hari karena menginginkan keridhaan Allah SAW , maka ia akan diampuni (dosa-dosanya)”.





[1] Banyak hadits yang menyatakaan keutamaan Surat Yasiin, tetapi tidak ada satu pun diantaranya yang merupakan hadits Shahih. Para Ahli Hadits menyatakan bahwa kebanyakan hadits-hadits tersebut adalah dha’if (lemah), yang hanya boleh digunakan dalam Fadhail A’mal saja, dengan tidak meyakini bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW . Adapun berkenaan dengan membaca Surat Yasin pada malam hari Jumat, juga tidak ditemukan hadits yang menyebutkan demikian. Ini berbeda dengan hadits yang menyatakan sunnah membaca Surat Al Kahfi pada malam atau siang hari Jumaat (Riwayat Imam Nasa’i, Baihaqi, Hakim dan Ad Darimi) yang merupakan Hadits Hasan.

Keutamaan Surat Al Kahfi

Sumber Ilustrasi: Google

Surat ini disunnahkan untuk dibaca pada malam hari jumat atau pada siang harinya. Ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِيْ سَعِيد الخُدْرِي أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم  قَالَ : (( مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ )) رواه النسائي والبيهقي

Dari Abu Sa’id Al Khudry, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Sesiapa yang membaca surat al Kahfi pada hari jumat, maka ia akan diberikan cahaya yang meneranginya diantara 2 hari jumat”. (Riwayat Nasa’i dan Baihaqi).

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: “Sesiapa yang memnghafal (memelihara sepuluh ayat dari awal surat Al Kahfi maka ia akan terpelihara dari fitnah Dajjal”. Sementara Imam Abu Daud dan Imam Nasa’i meriwayatkan:  “Sesiapa yang membaca 10 ayat terakhir dari surat al Kahfi, maka ia akan dijaga dari fitnah Dajjal”.

Imam Bukhori dan Imam Tirmizi  meriwayatkan dari Bara’ bin ‘Azib sebuah kisah yang menunjukkan Karamah[1] yang diberikan kepada seseorang sahabat. Riwayat ini menyebutkan: “Pernah ada seorang lelaki yang membaca Surat Al Kahfi, sementara di sampingnya terdapat seekor kuda yang terikat dengan dua tali. Tiba-tiba datanglah awan yang menaunginya dan ia bertambah dekat, sehingga kudanya lari. Ketika  waktu pagi ia mendatangi Rasulullah r dan menceritakan kisahnya. Maka Baginda r bersabda: “Itu adalah Sakinah yang turun karena Qur’an”.



[1] Karamah adalah kejadian luar biasa (ajaib) yang terjadi kepada orang-orang soleh yang merupakan wali Allah. Ia seperti Mukjizat yang terjadi pada diri para Nabi dan Rasul sebagai tanda kenabian.

8 Pintu Syurga

Ilustrasi

Syurga. Semua kita ingin masuk syurga. Tempat yang paling diinginkan oleh semua orang. Karena di sanalah Allah SWT memuliakan orang-orang beriman dengan berbagai nikmat. Kenikmatan yang tidak akan pernah terbersit dalam hati. Tidak pernah terlihat oleh Mata. Dan tidak akan pernah terdengar oleh telinga kita. Tempat yang masih ghaib, tapi kta harus yakin dan beriman bahwa ia ada.

Kali ini, saya ingin berbagi cerita atau fakta tentang syurga ini. Agar kita memantaskan diri untuk menjadi penghuninya. Bersedia dengan segala bekal ke sana, agar syurga itu memang pantas diberikan kepada kita.

Salah satu cara untuk melihat apakah kita pantas atau belum untuk mendapatkan syurga, mari kita ukur diri kita dengan nama-nama pintu syurga. Syurga itu ada delapan pintu. Yang setiap pintu itu mencerminkan siapa yang berhak memasukinya.

Dari mana kita bisa mengetahui nama-nama 8 pintu tersebut?

Mari kita simak 2 Hadits berikut yang memaparkan hal ini.

Pertama, Hadits Shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim yang  menyatakan secara jelas bahwa syurga memiliki 8 pintu:


عن عبادة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنّ لاَ إِلَهَ إِلاّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَنّ مُحَمّدا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنّ عِيسَىَ عَبْدُ اللّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنّ الْجَنّةَ حَقّ، وَأَنّ النّارَ حَقّ، أَدْخَلَهُ الله مِنْ أَيّ أَبْوَابِ الْجَنّةِ الثّمَانِيَةِ شَاءَ".  رواه البخاري ومسلم.

Dari Ubadah ra, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa mengucapkan Asyhadu Alla Ilaah Illallahu wahdahu laa syariika lahu, wa anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya), dan Isa adalah hamba-Nya dan putera hamba perempuan-Nya (Maryam) dan kalimah-Nya yang ditiupkan kepada Maryam dan ia adalah Ruh dari Allah SWT, dan bersaksi bahwa surga itu benar dan neraka itu benar, maka Allah SWT akan memasukkannya melalui delapan (8) pintu-pintu syurga sesuai kehendaknya” (HR. Bukhori dan Muslim)

Berikutnya, para ulama telah bersepakat dengan 4 nama pintu syurga, seperti yang disebutkan dalam hadits shohih Riwayat Imam Bukhori dan Muslim berikut:

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قالمن أنفق زوجين في سبيل الله نودي من أي أبواب الجنة يا عبد الله هذا خير، فمن كان من أهل الصلاة دعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصيام دعي من باب الريان، ومن كان من أهل الصدقة دعي من باب الصدقة رواه البخاري ومسلم.

Dari Abu Hurairah ra,  sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa yang menginfakkan 2 pasang di jalan Allah SWT, maka ia akan diseru dari pintu-pintu syurga: “Wahai hamba Allah, ini adalah baik”. Maka barangsiapa yang ahli sholat (banyak melakukan sholat wajib dan sunnah) akan dipanggil dari pintu sholat. Dan barangsiapa yang ahli berjihad akan dipanggil dari pintu Jihad. Dan barangsiap yang banyak berpuasa (wajib dan sunnah) akan dipanggil dari pintu Ar Royyan. Dan barangsiapa yang banyak bersedekah, maka akan dipanggil dari pintu Sedekah” (HR. Bukhori dan Muslim).

Sedangkan 4 pintu lainnya masih menjadi ikhtilaf (perbedaan pendapat dikalangan para ulama.

Kita ambil saja pendapat Imam Nawawi yang mengatakan bahwa 4 pintu syurga yang lain adalah:
5. Pintu Taubat (bagi mereka yang banyak bertaubat)
6. Pintu Al Kadzimiinal Ghaidz wal ‘aafina ‘anin Naas (mereka yang suka menahan marah dan memaafkan orang lain)
7. Pintu Ar Raadhin (mereka-mereka yang ridha)
8. Pintu Aiman (yaitu bagi mereka yang masuk syurga tanpa hisab, dalam satu riwayat disebutkan jumlahnya 70 ribu orang)

Jadi, 8 pintu syurga itu secara jelas disebutkan dalam Hadits yang shohih. Artinya kita harus yakin.

Namun, yang terpenting dari semuanya itu, dari pintu manakah kita ingin masuk syurga? Atau amalan manakah yang menjadi bekal utama kita dihadapan Allah SWT untuk mendapatkan syurga-Nya? Karena kalau kita lihat, nama-nama pintu syurga itu menunjukkan amalan utama mereka-mereka yang memasukinya.

Oleh karena itu, Yuk kita sama-sama melihat diri kita dan menyiapkan segala amalan kita, agar kita menjadi layak dan pantas masuk dari salah satu pintu tersebut.

Alaa inna sil’atallahi ghaaliyah, alaa inna sil’atallahi al jannah
(Ingatlah, barang perniagaan Allah itu mahal, dan ingatlah barang perniagaan Allah itu syurga)


@Muhammad Yusuf

Saturday, September 24, 2016

Bahasa Iman (2)

Kalimat yang sama juga pernah diungkapkan oleh Umar bin Khattab di hadapan Hajar Aswad. Ia berkata kepada batu yang menjadi bagian utama dari bangunan Ka'bah itu dengan ungkapannya yang populer :

((وَاللهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ)) رواه البخاري (1597 ) ومسلم (1270)

"Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak mampu membuat bahaya atau manfaat. Jikalau aku tidak melihat Rasulullah r menciummu, niscaya aku juga tidak akan menciummu" (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ketundukkan inilah yang akan membuat seseorang mudah memahami Islam. Ia akan bersegera menunaikan segala perintah Allah I dan Rasulnya r, serta tidak akan ragu-ragu lagi meninggalkan berbagai larangan. Demikian itu baik ia mengetahui hikmah di balik syari'at itu atau pun belum mengetahuinya. Ia akan menempatkan akal dan logikanya di belakang kebenaran syari'at. Ia akan menundukkannya atas apa yang difirmankan Allah I atau yang disabdakan oleh Rasulullah r. Para ulama mengungkapkan hal ini dengan statementnya :

اَلْعَقْلُ الصَّحِيْحُ لَا يُعَارِضَ النَّقْلَ الصَّحِيْحَ

"Akal yang sehat tidak akan bertentangan dengan nash (Al Qur'an dan Sunnah) yang shahih"

Inilah yang ingin saya tegaskan sebelum kita membahas dan menyelami ayat-ayat dan hadits tentang keutamaan Al Qur'an secara khusus. Ayat-ayat dan hadits-hadits itu hanya akan dipahami oleh hati yang penuh keimanan, tunduk sepenuhnya kepada Wahyu. Hati yang masih melekat erat dengan logika manusiawi, hitungan untung rugi seorang pengusaha atau orang yang harapan terhadap dunianya terlalu besar akan susah untuk memahami perkara ini. Inilah bahasa Iman. Bahasa yang dimiliki oleh orang-orang yang hatinya lebih dekat kepada Allah I dan terus berusaha mendekat.

Dan inilah pula – menurut saya – yang mesti menjadi prinsip dalam memahami seluruh ajaran Islam. Bagi kita yang lemah atau belum mendalam pemahaman Islamnya, akan banyak perkara dan benda yang tidak kita mengerti. Namun, jika nash (Al Qur'an dan Hadits) itu dapat di pertanggungjawabkan validitasnya (keshahihannya) maka kita mesti yakin. Dahulukanlah Bahasa Iman kita, baru kemudian kita berusaha untuk memahami dengan akal kita.

Syi'ar  "mengedepankan iman" inilah yang juga di miliki oleh generasi terbaik. Generasi Rasulullah r, mereka berkata:

(تَعَلَّمْنَا الإِيْمَانَ قَبْلَ القُرْآنَ، فَلَمَّا تَعَلَّمْنَا القُرْآنَ ازْدَدْنَا إِيْمَاناً)
"Kami mempelajari Iman sebelum Al Qur'an. Ketika kami memahami Al Qur'an, bertambahlah iman kami".
Memahami bahasa iman berarti kita menyiapkan segenap hati dan jiwa untuk menerima tanpa ragu setiap ayat dan hadits. Menerimanya dengan penuh keterbukaan seolah – olah Allah I dan Rasulnya sedang memberikan intruksi (perintah atau larangan). Menerima dan membenarkan 100 % apa saja yang dikabarkan Allah I dan Rasulnya r tentang perkara-perkara gaib seperti surga dan neraka. Mengagungkan apa yang selayaknya kita agungkan dan menganggap kecil apa yang memang tidak berharga dan kecil di sisi Allah I dan Rasul-Nya r.

Bahasa Iman inilah sekali lagi yang ingin kita berikan fokus dalam menyikapi setiap ayat dan hadits yang akan diuraikan dalam tema Al Qur'an kita. Hadirkanlah keimanan itu dalam hati dan kemudian resapilah setiap untaian ayat atau rangkaian hadits. Semoga ghirah (semangat) ruhiyah itu muncul dan pandangan kita jauh ke negeri akhirat. Aamiin !

Bahasa Iman

“Al Qur’an adalah Ruh Robbani yang menghidupkan akal dan hati, ia juga adalah Dustur (Undang-undang) yang mengatur kehidupan individu dan bangsa” DR. Yusuf Al Qardhawi[1]

Guru saya pernah menyampaikan sebuah istilah yang sangat berkesan. Sebuah istilah yang akan menguji penyikapan dan keyakinan kita kepada Al Qur’an dan hadits-hadits Rsulullah r. Istilah itu adalah "Bahasa Iman". Bahasa iman yang dimaksud adalah kemampuan untuk dapat menerima, memahami  dan mentadabburi syari'at dengan mengedepankan keimanan sebelum logika berpikir manusia. Menerima ayat Al Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah r sebagai sesuatu yang tidak boleh dibantah lagi, meskipun saat itu kita belum dapat menerimanya.
Konteks "bahasa Iman" akan secara fokus mengarahkan kita untuk selalu rindu negeri akhirat dengan tidak memalingkannya dari kehidupan dunia. Atau dengan kata lain menjadikan segala perilaku dan pekerjaan kita di dunia untuk negeri akhirat. Semua ini tidak akan dipahami hanya dengan akal tanpa iman. Keimanan akan cukup membawa seseorang kepada keselamatan, namun akal tanpa iman akan membuat banyak orang tersesat.
Islam tidak dibangun di atas akal. Melainkan ia terbangun di atas pondasi Iman. Ia juga tidak dibangun di atas pertimbangan logika. Melainkan berdiri tegak di atas Risalah yang di bawa oleh Rasulullah r. Risalah tersebut adalah wahyu yang berasal dari Dzat Pencipta manusia yang mengetahui seluk-beluk dan kemaslahatan manusia. Dalam sebuah hadits, Rasulullah r menegaskan hal ini dengan sabdanya :
(( لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ )) حديث حسن صحيح

"Tidaklah beriman seorang diantara kamu hingga nafsunya tunduk terhadap risalah yang aku bawa". (Hadits hasan shahih- hadits ke 41 dalam Al Arba'in An Nawawiyah dari ‘Amr bin ‘Ash ra)

Berdasarkan hadits ini dapat di pahami bahwa "Bahasa Iman" hanya akan dipahami oleh mereka yang memiliki ketundukan penuh kepada Risalah Islam. Selagi hukum tersebut berasal dari Al Qur'an atau Hadits (yang boleh dijadikan hujjah) ia tidak akan menolaknya, meskipun saat itu mungkin ia belum dapat menerima atau memahami secara logika dan akalnya.

Bahasa inilah yang ditunjukkan oleh Abu Bakar As Shiddiq ra dalam peristiwa Isra dan Mi'raj. Katika banyak kaum Quraisy menepukkan kedua tangan dan memegang kepala sebagai tanda tidak percaya dan merasa heran, maka Abu Bakar berkata dengan kalimat yang tegas : "Jika ia (Rasulullah r) benar-benar mengatakannya (Isra dan Mikraj) maka aku percaya". Ketika dikatakan kepadanya: "Bagaimana engkau membenarkannya, sementara ia mengaku tadi malam pergi ke Baitul Maqdis dan dia sudah kembali lagi sebelum shubuh ?". Abu Bakar menjawab : " Ya aku percaya, bahkan aku akan membenarkannya meskipun lebih hebat dari itu ". (diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak).

 Inilah juga yang ditegaskan Ali ra dalam ungkapannya :

((لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأيِ لَكَانَ أّسْفَلَ الخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ)) رواه أبو داود (162) وإسناده صحيح.
"Seandainya agama (syari'at) itu berasaskan kepada akal, niscaya bagian bawah Khuff (sepatu yang menutupi hinga mata kaki) lebih utama untuk diusap berbanding bagian atasnya" (Riwayat Abu Dawud dengan sanad shahih).





[1] DR. Yusuf Al Qardhawi, Kaifa Nata’amalu ma’al Qur’anil Azhim. (Hlm.20)

Friday, September 23, 2016

Paket YUSMI

Apa itu Paket YUSMI?


Paket YUSMI adalah lembaran kertas (biasanya antara 8 sampai 11 halaman) yang memuat tugas hafalan setiap siswa. Layoutnya seperti berikut:

Ini Halaman depan Paket YUSMI.

Thursday, September 22, 2016

Al Qur'an dan Unta yang Diikat


Sosok yang sempurna itu Rasulullah SAW. Akhlaknya, ibadahnya, fisiknya, kepemimpinannya dan termasuk tutur katanya (wahyu).

Ketika sebelum ini saya membayangkan hafalan Qur’an itu ibarat padang rumput, sementara murojah hafalan itu umpama aktivitas memotong dan membersihkannya...

Sekarang mari kita lihat perumpamaan yang beliau SAW pakai untuk hal yang sama...Hafalan Qur’an. Ya, kita berbicara tentang hafalan Al Qur’an.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, baginda bersabda:

إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الْإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ

“Sesungguhnya perumpamaan shohibul Qur’an (Orang yang hafal Al Qur’an), seperti seekor unta yang diikat. Jika ia menjaganya (mengikatnya) ia akan memegangnya (memilikinya/tidak lari), namun jika ia melepaskannya maka ia akan lari”

Sungguh benar Baginda SAW....
Hafalan Al Qur’an itu cepat larinya dan cepat hilangnya jika kita tidak mengulang-ulang dan menjaganya..

Allahumma urzuqnaa tilawathuu aanaa allaili wa anaa annahaar...


@Muhammad Yusuf

Berapa Umurku?


Jika anda ditanya: Berapa Umurmu? Apa jawaban yang biasa anda berikan?

20 tahun. 30 tahun...atau 40 tahun...

Itu jawaban yang biasa...

Saya ingin mengajak anda melihat sisi lain dari sesuatu yang di sebut “Umur”. Tepatnya lagi “Hakikat Umur”.

Coba kita lihat 2 sabda Nabi SAW berikut, yang secara tersirat memaknai secara tepat akan hakikat umur seseorang.

Yang pertama, ketika Baginda ditanya oleh seorang arab Baduy: “Siapa manusia terbaik?”. “Yang panjang umurnya dan bagus amalnya” Jawab Nabi (Riwayat Imam Tirmidzi dalam Bab Zuhud).

Yang kedua, Hadits yang menegaskan bahwa seorang hamba tidak akan beranjak pada hari kiamat kecuali setelah ia ditanya 4 perkara dari kehidupannya:
...Umurnya, untuk apa ia gunakan
...Ilmunya, dalam apa ia amalkan
...Hartanya, dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia habiskan
...Badannya, dalam perkara apa ia gunakan
(Riwayat Imam Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih).

Dengan merenungi 2 sabda Nabi SAW di atas, ternyata hakikat umur itu – Wallahu A’lam –bukan terletak pada berapa tahun dan berapa lama ia hidup. Tapi pada produktifitas, karya dan amal dari umur tersebut. Ya, amal. Amal sholeh.

Baginda Nabi dikenang hingga hari ini..bahkan hingga hari kiamat karena amal dan dakwahnya. Padahal usianya hanya 63 tahun...
Para Sahabat dan Ulama dikenang hingga hari ini...karena dakwah dan karyanya...padahal mereka sudah wafat ribuan tahun silam
Banyak ulama dan du’at ada yang karya dan jasanya melebihi usianya..
... dan Kartini dikenang hingga hari ini karena jasanya...padahal usianya hanya 25 tahun..

Umur adalah modal. Modal dari Allah untuk kita manfaatkan setiap detik dan setiap saatnya untuk meraih keuntungan. Ya, keuntungan dengan meraih sebanyak-banyaknya bekal menuju akhirat. Dengan beribadah kepada-Nya dan berbuat yang terbaik kepada sesama manusia.

Jadi hakiat umur itu adalah...
Karya kita...
Amal sholeh kita...
Jasa kita...
Kedermawanan kita...

Sebanyak apa karyamu...itulah umurmu..
Sebanyak apa amal sholehmu ...itulah umurmu..
Sebanyak apa jasamu...itulah umurmu..
Seikhlas apa sedekahmu...itulah umurmu..

Ya Allah, berkahilah umur-umur kami.

@Muhammad Yusuf.

KL, 23 September 2016

Bagaimana Pagimu?


Sesekali ada baiknya kita bertanya kepada diri sendiri. Membiasakan bertanya kepada diri ini merupakan bagian dari proses introspeksi dan evaluasi yang sangat mujararrab. Salah satu pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah “Dengan apa kita memulai pagi hari?”

Kalau salafushsholeh (Para sahabat, tabi’in, orang-orang yang sholeh dan para Ulama) jelas, mereka memulai pagi hari - bahkan dini hari mereka - dengan istighfar, munajat dan berdiri lama dalam sholat. Pantas saja kehidupan mereka dipenuhi dengan berkah.

Baginda Nabi SAW pernah berdoa untuk ummatnya: Allahumma Baarik li ummatii fii bukuuriha (Ya Allah, berkahilah ummatku di pagi-pagi mereka). (HR. Abu Daud, An Nasa’i, At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan lainnya).

Bagaimana dengan kita?

InsyaAllah sebagian kita juga melakukan hal yang sama. Mengawali pagi dengan kebaikan. Atau paling tidak sedang berusaha. Berusaha untuk bangun lebih pagi, berusaha untuk dzikir pagi, berusaha untuk beramal sholeh di awal pagi, berusaha untuk berkarya di seawal pagi.

Kalau berbicara tentang hal ini, kita menjadi ingat sosok Abu Bakar ra. yang pada suatu pagi seusai sholat shubuh Baginda Nabi SAW “mengabsen” amal pagi para sahabat. Dan Abu Bakar ra tampil dengan amal yang paling banyak di awal pagi. Ya, di pagi hari beliau sudah melakukan amal sekian banyak. Mungkin kalau “absen”nya di sore atau malam hari akan lebih banyak lagi. Hal itu wajar, karena mereka betul-betul menjadikan hidupnya untuk beribadah. Hayatuhum kulluha ibadah (seluruh hidup mereka adalah ibadah).

Yakinlah....
Pagi yang baik, akan membawa kebaikan sehingga sore hari
Pagi yang berkah, akan mendatangkan berkah bagi umur kita hingga akhir hari itu
Jika kita mengawali pagi kita dengan ibadah, InsyaAllah kehidupan kita hari itu akan ringan untuk beribadah.

Ya Allah, terimalah dzikir pagi dan tilawah pagi kami dengan balasan yang sempurna...
Ya Allah, berkahilah kami yang mengantarkan anak-anak kami menuntut ilmu di pagi hari..
Ya Allah, berkahilah kami yang keluar di pagi hari untuk bekerja dan mencari nafkah yang halal karena-Mu..
Ya Allah, berkahilah kami yang sibuk di rumah dan mendidik anak-anak titipan-Mu...
Ya Allah, berkahilah kehidupan kami. Amiin!

Wallahu A’lam.

@Muhammad Yusuf

Simak juga Konsep Yusmi

Wednesday, September 21, 2016

Keutamaan 2 Ayat Terakhir Al Baqarah


Di dalam Surat Al Baqarah juga terdapat ayat lain yang memiliki keutamaan, dan sangat dianjurkan untuk dibaca dalam doa atau pun zikir kita. Ayat tersebut adalah dua ayat paling akhir dari surat ini, yaitu firman Allah SWT:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat-malaikat-Nya, dan Kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya. (katanya): Kami tidak membezakan antara seorang dengan yang lain dari Rasul-rasulnya. Mereka berkata lagi: Kami dengar dan kami taat. Kami pohonkan keampunan-Mu wahai Tuhan kami, dan kepada-Mu jualah tempat kembali. Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya, dan ia menanggung dosa kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdoa): Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah engkau bebankan kepada orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kami, dan ampunkanlah kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; maka tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum yang kafir”. (Al Baqarah 2: 285-286)


Berkenaan dengan keutamaan dua ayat ini, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  : ((مَنْ قَرَأَ هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ)) (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abu Mas’ud Al Anshary ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Sesiapa yang membaca dua ayat ini dari akhir surat Al Baqarah pada malam hari, niscaya ia telah cukup baginya”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Para ulama menjelaskan maksud dari perkataan Nabi SAW “Kafataahu” (cukup baginya) yaitu: “Ia telah mencukupinya dari ibadah Qiyamullail pada malam hari itu; atau ia telah cukup untuk menjaganya dari segala keburukan; atau ia telah cukup mendapatkan pahala berbanding dengan membaca zikir selainnya dan sebagainya”.[1]

Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i, Tirmizi, Ibnu Hibban, Ad Darimi, Hakim dan Imam Ahmad dari Nu’man Bin Basyir ra, bahwa pada suatu hari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menulis dalam satu kitab sejak dua ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Kitab itu berada padaNya diatas Arasy. Kemudian Allah SWT menurunkan dari Kitab tersebut dua ayat yang menjadi penutup surat Al Baqarah. Dan sesungguhnya syetan tidak akan masuk kepada rumah yang dibacakan ayat tersebut selama 3 malam”.

@Muhamad Yusuf



[1] Prof. Dr. Faruq Hammadah, Ash Shohih Fii Fadhailil Qur’an. Hlm. 195-196