Friday, December 23, 2016

PERAN MASJID DALAM PEMBANGUNAN UMMAT

Oleh: AM. Yusuf, Lc. M.A

Ketika kita menelusuri kembali perjalanan sejarah kegemilangan Islam, kita akan mendapati bahwa masjid memiliki peran yang sangat sentral dan signifikan. Ia tidak hanya difahami secara sempit sebagai rumah ibadah bagi kaum muslimin, namun lebih jauh ia memposisikan diri sebagai mercusuar dan kendali peradaban.

Ketika Nabi Muhammad SAW dan para sahabat berhijrah dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi, hal pertama yang ia lakukan di wilayah Quba adalah membangun masjid. Bersama para sahabat, baginda yang mulia mengangkat batu, menegakkan tiang dan membenahi Masjid yang pertama dibangun pada masa itu. Begitu juga ketika baginda dan para sahabat melanjutkan perjalanan Hijrahnya ke daerah Yatsrib (sekarang bernama Madinah), masjid juga menjadi perkara pertama yang beliau perhatikan. Di tempat yang baru ini beliau membangun masjidnya (Masjid Nabawi).

Pada zaman Nabi SAW, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat sholat, berdzikir, membaca Qur’an dan berbagai ibadah mahdhah lainnya, namun masjid kala itu memiliki peran yang multifungsi. Ia sebagai madrasah bagi kaum muslimin untuk menerima pengajaran Islam, menjadi balai pertemuan untuk mempersatukan banyak unsur dari berbagai kabilah, tempat untuk bermusyawarah serta menjalankan roda pemerintahan, mengatur strategi perang bahkan tempat untuk menerima tamu kenegaraan. Keberadaan masjid pada era Rasulullah SAW lebih tepat dikatakan sebagai institusi yang membangun peradaban umat Islam yang modern. Demikianlah peran masjid selama berabad-abad dalam masa kejayaan Islam. Bahkan Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina - dua orang Ilmuwan besar Islam - banyak menghabiskan waktunya dengan membaca di perpustakaan masjid di Andalusia.

Permasalahan Masyarakat dan Bangsa Indonesia

Setiap bangsa pasti memiliki permasalahan dan tantangan masing-masing, yang membedakan hanyalah jenis masalah, tingkat kerumitan dan volumenya. Semakin baik tingkat pengelolaan potensi sebuah negara maka akan semakin mudah penanganan masalahnya. Sebaliknya apabila potensi sebuah negara tidak dikelola dengan baik, maka semakin rumitlah permasalahan dan buruklah kondisi bangsanya.

Diantara sekian banyak masalah besar yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah masalah sosial. Pergaulan bebas, degradasi moral, krisis identitas dan korupsi diantara masalah sosial sangat serius yang sedang kita hadapi.

Meskipun antara satu permasalahan dengan yang lainya memiliki keterkaitan yang sangat erat, namun apabila kita runut ke akar-akarnya kita akan mendapati bahwa lemahnya pembinaan karakter (akhlak) dan kurangnya pendidikan agama dalam masyarakat dapat dikatakan sebagai pemicu utama.

Penguatan Istitusi Masjid sebagai Solusi

Para ulama mengatakan bahwa “Ummat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan sesuatu yang menjadikan baik generasi awal”. Berkaca kepada sejarah kegemilangan Islam dan perkataan para ulama tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu solusi yang paling efektif untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan mengentaskan permasalahan bangsa adalah melalui optimalisasi dan revitalisasi fungsi Masjid.

Lalu apa yang dapat diperankan oleh masjid saat ini?

Remaja Masjid. Banyak sekali hal positif dari keberadaan Remaja Masjid. Sesuai karakternya yang penuh ide dan kreatifitas, Remaja Masjid dapat menjadi sarana pembinaan para remaja, regenerasi kepengurusan masjid, pengentasan dekadensi moral, pembibitan calon ulama dan pemimpin cinta masjid, penyaluran bakat para pemuda hingga pengembangan ekonomi masjid.

Khutbah. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa masjid memiliki posisi yang sangat sentral ditengah-tengah kaum muslimin. Selain sebagai tempat bagi menunaikan sholat lima waktu, ia mampu menghadirkan masyarakat/jama’ah yang cukup besar dalam moment-moment tertentu seperti sholat jum’at, sholat hari raya dan tabligh Akbar. Disinilah peran signifikan dari sebuah khutbah atau ceramah. Apabila konten dan metode khutbah diperbaik maka ia akan menjadi salah satu sarana yang paling efektif dalam pembinaan masyarakat.

Pemberdayaan Zakat. Potensi zakat masyarakat kita sangat besar, mencapat 217 Triliun Rupiah pertahun (Riset BAZNAS dan IPB tahun 2016). Jika dikelola dengan baik, ia akan memberikan dampak positif yang sangat besar bagi kesejahteraan dan perbaikan masyarakat. Institusi masjid merupakan salah satu wadah yang berwenang mengelola dana zakat ini. Bukan saja zakat fitrah yang dibayarkan pada setiap bulan suci Ramadhan, namun jenis-jenis zakat lain seperti zakat maal, zakat perdagangan, zakat penghasilan dan sebagainya dapat dikelola oleh masjid.

Pusat Ilmu. Meskipun sebagian masjid-masjid kita pada umumnya sudah biasa menggabungkan antara masjid dan madrasah atau Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA), namun sudah saatnya kita membangun universitas-universitas, perpustakaan-perpustakaan dan pusat-pusat ilmu berbasis masjid. Dengan demikian diharapkan akan lahir generasi masa depan yang selain saintis juga agamis.

Pemberdayaan Ekonomi. Konsep Koperasi Masjid atau badan usaha masjid dapat menjadi salah satu unit yang diperankan oleh institusi masjid untuk memberdayakan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Banyak jenis usaha yang dapat dijalankan. Selain memberikan peluang kerja kepada masyarakat, juga dapat memberikan kemudahan kepada jama’ah dan masyarakat. Diharapkan masjid tidak lagi menjadi beban masyarakat untuk biaya pembangunan dan operasional, namun sebaliknya ia dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.


Wallahu A’lam.

Wednesday, December 7, 2016

Seandainya Semua Orang Sholat

Oleh: Ahmad M Yusuf, Ilustrasi: Google

Sendainya semua orang sholat dan menghayati hakikatnya, niscaya kehidupan ini akan di penuhi kedamaian. Tidak ada kezhaliman sang pemimpin, tak kan ada lagi sifat rakus pemburu harta dan tak kan ada orang-orang lemah yang arogan dan sombong.

Seandainya para pemimpin itu sholat dan menghayati maknanya, niscaya mereka tidak akan sekali-sekali menzhalimi rakyatnya, menipu mereka dan mengorbankan mereka untuk kepentingan golongannya. Karena sholat telah mengajari mereka bahwa kedudukan dan jabatan itu adalah amanah, sebuah kepercayaan yang diberikan oleh Allah SWT melalui suara-suara yang diberikan oleh rakyatnya. Sholat telah mengajara mereka untuk santun, kasih sayang dan memperjuangkan hak-hak rakyatnya. Memberikan rasa aman, menjamin makan, minum, rumah, pakaian, pendidikan dan kesejahteraan mereka. Karena sholat telah mengajari mereka bahwa kepemimpinannya itu akan ditanya di Yaumil Akhir kelak.

Seandainya orang-orang yang kaya itu sholat dan menghayati sholatnya, niscaya mereka tidak akan serakah dengan terus menumpuk kekayaannya itu dengan segala cara. Dengan menipu, monopoli dan bermain curang. Karena sholat telah mengajari mereka, bahwa di dalam harta mereka ada hak-hak fakr miskin dan anak-anak yatim, ada juga hak-hak kaum dhu’fa dan hak-hak perjuangan Islam. Mereka tidak akan lagi bakhil, pelit dan memonopoli kekayaannya hanya untuk diri sendiri dan keluarga mereka. Sebaliknnya dengan sholat, mereka akan tampil menjadi orang-orang yang dermawan, santun dan menggunakan hartanya untuk jalan-jalan kebaikan. Karena mereka tahu bahwa harta itu akan ditanya dari 2 arah: dari mana mereka dapatkan dan untuk apa mereka belanjakan.

Seandainya orang-orang lemah itu sholat dan mereka menghayati sholatnya, niscaya mereka tidak akan rela untuk menjadi peminta-minta di tepian jalan dan disetiap lampu merah. Mereka tidak akan merelakan dirinya untuk mengemis dan menjual harga diri hanya untuk sesuap nasi. Karena sholat telah mengajari mereka bahwa hidup ini harus bergantung sepenuhnya kepada Allah, harus ada usaha agar Allah SWT mengalirkan rizkinya, dan sholat juga mengajari mereka untuk tidak tunduk selain kepada-Nya. Jika orang-orang lemah itu sholat, mereka akan tahu bahwa dengan usaha kemudian bersabar adalah lebih baik dari pada menjatuhkan harga diri di hadapan orang lain..

Seandainya semua orangtua itu sholat dan menghayati sholatnya, niscaya mereka akan menyadari betul tentang besarnya tanggung jawab atas keluarga dan anak-anak mereka. Karena sholat telah mengajari bahwa Allah SWT bukan saja akan menanyai mereka, namun juga isteri, anak-anak dan keluarga mereka. Jika mereka semua sholat, niscaya tidak akan ada lagi orang tua yang menelantarkan anak-anaknya, menzhalimi isterinya atau berbuat yang tidak layak kepada keluarganya.

Jika semua orang sholat dan mereka benar-benar menghayati sholatnya dan mengamalkan segala pesan-pesannya, niscaya tidak akan ada lagi pergaduhan seseorang dengan tetangganya, penduduk satu kampung dengan kampung di sebelahnya, tidak akan ada lagi tawuran pelajar dan tidak akan ada lagi berbagai penipuan, kecurangan, kezhaliman dan pengrusakan. Karena “sesungguhnya sholat itu mencegah dari segala perbuatan keji dan munkar”.


Namun itulah sunnatullah, bahwa manusia diciptakan berbeda-beda, termasuk dalam perangai dan amalnya. Ada yang baik dan ada yang jahat, ada yang jujur ada juga yang penipu, ada yang penuh kasih sayang dan ada juga yang tidak mengenal rasa kasihan. Kenapa? Karena Allah SWT Maha Adil, yang telah menciptakan syurga dan neraka, dan keduanya akan di penuhi oleh penghuninya.

Sunday, November 27, 2016

Di Sebalik Lafazh Basmalah

By; Muhammad Yusuf, M.A.

Baginda SAW kembali dari Thaif dengan penuh luka dan hati yang sedih. Penduduk kota itu menolak dengan kasar dan mencaci dakwahnya yang mulia. Lalu beristirahatlah ia di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, kedua putra Rabi'ah. Ia berteduh dibawah sebuah pohon seraya mengadu kepada Allah SAW atas segala kelemahannya dalam menyampaikan Risalah.

Kemudian datanglah Adas – seorang budak Utbah dan Rabi'ah - dengan setangkai anggur di tangannya
untuk di pesembahkan kepada orang yang belum dikenalnya sama sekali.

Ketika Baginda SAW hendak memakannya, maka ia  berucap : Bismillaah. Adas merasa keheranan seraya berkata: Sesungguhnya kalimat itu tidak lazim diucapkan penduduk negeri ini

Maka Rasulullah SAW bertanya kepadanya: "Apa negeri asalmu? Dan apa agamamu?"

Adas menjawab: saya seorang Nasrani dari negeri Ninawa”.

"Dari negeri seorang laki-laki shalih, Yunus bin Matta", kata Rasulullah SAW dengan penuh yakin.

Apa yang engkau tahu tentang Yunus bin Matta?. Tanya Adas dengan penasaran.

 "Ia saudaraku, ia seorang Nabi dan aku pun seorang Nabi". Jawab Rasulullah SAW .

Maka segera Adas mencium kepala, tangan dan kaki Rasulullah SAW. Ia baru menyadari bahwa sosok yang ada di hadapannya adalah orang paling mulia yang berjalan di muka bumi.

Namun hal tersebut mengundang marah Utbah dan Rabi'ah, sang pemilik kebun. Segera saja Adas berkata: wahai tuanku, tidak ada seseorang pun di atas bumi yang lebih mulia dari orang ini (1).

-----


Tidak diragukan lagi, cuplikan sirah ini menampilkan satu dari sekian banyak cobaan dakwah
pada fase Makkah. Kaki Rasulullah SAW berlumuran darah terkena lemparan batu. Begitu pula dengan Zaid bin Haritsah yang menemani beliau terluka di bagian kepala. "Alangkah mulia Engkau Rasulullah SAW.  Engkau begitu bersabar dalam menyampaikan Risalah Allah SWT, namun mereka adalah kaum yang bodoh".

Ada satu hal
sederhana yang menarik dalam kisah di atas.
Adas – sang budak – begitu tertarik dengan ungkapan "Bismillah" yang diucapkan Rasulullah
SAW, se hingga terjadilah dialog yang berujung pengakuannya atas kenabian Muhammad. Basmalah?. Ya, ia tertarik dengan kalimat itu. Kalimat yang tidak pernah ia dengan dari penduduk dimana ia tinggal.

Ada apa dibalik lafazh "Bismillah"? mari kita coba untuk merenunginya.

Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan beberapa amal yang disunnahkan untuk diawali dengan Basmalah, diantaranya: diawal setiap amal dan ucapan yang baik, ketika akan masuk toilet, ketika mulai berwudhu, ketika hendak makan hingga ketika seseorang hendak menggauli istrinya (2).

Kemudian, ketika kita memulai suatu pekerjaan dengan Basmalah, berarti kita sudah mengawali dengan beberapa hal positif: 

1. Mengundang keberkahan. Rasulullah bersabda : " Setiap amal baik yang tidak dimulai dengan Basmalah, maka ia terputus (dari keberkahan).(HR. Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad). Rasulullah
SAW selalu memulai dengan Basmalah ketika menulis surat kepada para raja untuk mendakwahinya, juga menjadikannya sebagai pembuka dalam setiap majlisnya.

2. Memasang rasa ikhlash.
Ketika kita mengucapkan Basmalah dan disertai hati yang hadir, berarti kita sudah berusaha menjadikan amal kita sebagai amal yang ikhlas. Meskipun belum 100%, namun ia adalah sebuah usaha. InsyaAllah dengan berkahnya kita bisa mendekati niat ikhlas seperti yang diperintahkan.

3. Memastikan bahwa aktivitas tersebut baik. Hati ini akan merasa sejuk dan tenang mengucapkan basmalah ketika amal itu baik (baca: amal sholeh). Namun jika ia adalah sebuah kemaksiatan atau hal-hal yang diharamkan, mana mungkin kita mengucapkan basmalah, kalau pun ia diucapkan maka hati ini akan merasa sangat malu di hadapan lafazh yang mulia.

4. Mengakui segala karunia Allah
SWT (syukur). Dengan mengucapkannya bearti kita sudah mengakui bahwa kita ini hamba, dan semua yang kita makan, kita pakai, kita nikmati semuanya adalah karunia dari sang pemilik alam semesta.

5.
Basmalah, Identitas Muslim. Seperti yang terlihat dalam cuplikan sirah di atas, bahwa basmalah merupakan identitas seorang muslim. Janganlah kita malu atau sungkan untuk mengucapkannya, bisa jadi ia merupakan pintu hidayah bagi seseorang. 

6. Mempersempit ruang gerak setan. Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari Usamah bin Umair : suatu saat Nabi
SAW tersandung, lantas aku berkata: terlaknatlah setan. Maka Nabi SAW menegurku: "jangan berkata : terlaknatlah setan!, karena jika engkau mengucapkannya ia akan menjadi semakin kuat dan besar, hingga berkata: "Aku akan mengalahkannya dengan kekuatanku". Namun jika engkau berkata: Bismillah, ia akan mengecil hingga menjadi sebesar lalat".


Setiap aktivitas manusia tidak akan terlepas dari kehadiran satu diantara dua jenis makhluk Allah SAW, setan atau malaikat. Nah, ketika kita mengucapkan Basmalah, maka kita telah memilih malaikat rahmat sebagai teman.

Semoga lafazh itu selalu kita ucapkan di setiap awal perbuatan. Wallahu A'lam.

(1) Dikutip dari Fikih Sirah, karya Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Dar Tadmuriyah. Hal.232.
(2) Lihat Al Misbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibn Katsir, hal. 21.

Tuesday, November 22, 2016

Menikmati Masa-Masa Sulit

By: Muhamad Yusuf, M.A. 

Tidak ada seorang pun yang mau hidup menderita. Kelaparan. Kehausan. Kehabisan uang. Diputus kerja. Dan sebagainya. Namun semua itu pasti terjadi. Jangankan kepada kita orang yang biasa-biasa saja, hatta para Nabi dan Rasul pun mereka di uji. Bahkan ujian mereka paling besar diantara ujian-ujian manusia.

Mau mengeluh ketika di uji? Sungguh keluh kesah itu tidak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik, bahkan sebaliknya. Keluh kesah menjadikan keadaan lebih buruk, disamping kita tidak mendapat pahala kesabaran. Keluh kesah adalah cerminan mental yang lemah, lekas menyerah dan menyalahkan orang lain.

Nikmatilah masa-masa sulit. Mengadulah kepada Allah SWT. Menangislah senangis-nangisnya, menjerit sekuat-kuatnya, tapi jangan kepada manusia. Hanya kepada-Nya. Temuilah Dia di keheningan malam dan dalam kekhusyukan doa-doa kita. Mengadulah sepuas-puasnya dan mintalah sebanyak-banyaknya, karena Dia adalah Sang Maha Kuasa dan Maha Kaya.

Nikmatilah masa-masa sulit itu. Kala itu, lihatlah diri kita. Sejauh mana kesabarannya, sejauh mana kekayaan jiwanya dan sekuat apa ia menerima tempaan.

Ibarat orang yang berpuasa, yang akan mendapat 2 kebahagiaan. Bahagia ketika ia berbuka, dan bahagia ketika ia bertemu dengan Rabbnya. Maka demikian juga ketika kita diuji. Kita akan berbahagia ketika kita mampu melaluinya dengan sabar, dan bahagia ketika kita bertemu Allah SWT dengan pahala kesabaran itu.

Yakinlah, bukan hanya kita seorang yang diuji. Jauh atau dekat di luar sana, lebih banyak orang yang ujiannya lebih berat dari kita. Di penjara, menderita penakit kronik, peperangan dan pengungsian. Namun banyak diantara mereka sabar. Bahkan dari ujian itu banyak yang keluar dengan jiwa yang lebih bersinar, dengan karya yang jauh lebih gemilang.


Jadi, sejak sekarang, jangan lagi berkeluh kesah karena kesulitan. Kembalikanlah pada-Nya, dan Dia juga yang akan mengangkatnya dari kita.

Saturday, November 19, 2016

Buku Terbaru Bagi Para Pecinta Al Qur'an: "Bahagianya Menjadi Sahabat Al Qur'an"

Foto: Penerbit Widya Cahaya

Semangat masyarakat untuk kembali kepada Al Qur'an nampak begitu besar akhir-akhir ini. Terlepas dari motif dan isu-isu yang memicunya, namun demikianlah seharusnya yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Rasa cinta kepada Al Qur'an adalah buah dari keimanan yang mendalam kepada sang Khaliq (Allah SWT), dan pada akhirnya akan lahir semangat untuk menunaikan berbagai kewajiban kita kepadanya (Al Qur'an). 

Membaca Al Qur'an, menghafalnya, memahaminya, mengamalkannya dan mengajarkannya adalah hak-hak Al Qur'an yang sangat penting untuk untuk kita tunaikan dalam level pribadi dan masyarakat. Begitu juga aktivitas mendakwahkan dan membela Al Qur'an dari fitnah dan tuduhan para penghina, termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh ummat ini. Nah, 2 hal yang terakhir ini jika tidak dapat ditunaikan secara individual, maka ia adalah tanggung jawab ummat Islam secara keseluruhan.

Selain itu, sebagian besar kaum muslimin masih belum memberikan perhatian yang semestinya kepada Al Qur'an. Ini dilatarbelakangi oleh minimnya pengetahuan, kesadaran dan motivasi dari lingkungan sekitar. Padahal jika mereka mengetahui keagungan dan besarnya manfaat Al Qur'an, niscaya mereka tidak akan mengacuhkannya. Mereka perlu mendapatkan motivasi dan panduan yang benar dalam berinteraksi dengan Al Qur'an.

Foto: Penerbit  Widya Cahaya

Buku BAHAGIANYA MENJADI SAHABAT AL QUR'AN hadir untuk mengajak anda mengetahui keutamaan-keutamaan Al Qur'an, pahala bagi mereka yang membaca dan menghafalnya, serta memotivasi anda sekeluarga untuk menjadi Ahlul Qur'an. Keutamaan surat-surat pilihan, Qiyamullail dan teknik mengajarkan Al Qur'an kepada anak menjadi bagian utama buku ini. Dilengkapi dengan teknik menghafal Al Qur'an dan pembahasan seputar problematikanya, menjadikan buku ini terasa lebih lengkap.


Buku ini sangat cocok sebagai bahan kajian dalam pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah karena tema-temanya yang sangat mendasar dan penting. Meskipun di susun secara berurutan, tapi masih memungkinkan pembaca memulai dari bagian yang ia sukai.

Semoga bermanfaat dan selamat membaca..


Monday, November 14, 2016

Ummu Waraqah (Asy Syahidah): Sosok Shohabiyah, Sang Guru Al Qur'an

Oleh: AM Yusuf, Lc. M. A (ilustrasi: Google)
" Hayya binaa nazuuru Asy Syahidah... "(Mari kita berkunjung ke rumah seorang Syahidah  -wanita yang Syahid- )

Itulah ungkapan yang sering diucapkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat. Setiap hari Jum'at, Rasulullah SAW  sering mengajak mereka untuk berziarah kepada seorang wanita yang bergelar Asy Syahidah. Siapakah wanita mulia ini ? Bagaimana ia bergelar Asy Syahidah sementara ia masih Hidup?

Tulisan ini mencoba untuk mengenalkan kita dengan salah satu sosok Shahabiyah[1]. Sosok perempuan Qur'ani di zaman Rasulullah SAW . Ia mencintai Rasulullah SAW dan Beliau pun memuliakannya.

Ia bernama Ummu Waraqah Al Anshariyah (berasal dari Kaum Anshar[2]). Ia  seorang yang kaya, memiliki banyak lahan pertanian di Madinah. Ketika Rasulullah SAW berhijrah, ia termasuk salah seorang yang berbai'at masuk Islam dan baik keislamannya.

Ummu Waraqah adalah salah satu sosok Qur'ani di kalangan para sahabiyah. Ia mengabdikan dirinya untuk hidup bersama Al Qur'an. Rumahnya bercahaya dengan cahaya Al Qur'an. Ia menjadi Imam dalam shalat, guru dalam memahami Al Qur'an, ia jadikan rumahnya sebagai Madrasah Qur'aniyah dan masjid untuk shalat berjama'ah. Ia termasuk salah satu wanita Anshar yang selalu mendapat kunjungan Rasulullah SAW, baik untuk mengetahui perkembangan "Dakwah Qur'ani"nya atau sekedar untuk Qailulah (tidur siang).

Ummu waraqah juga termasuk orang yang sangat berjasa dalam pemeliharaan Al Qur'an. Ia kumpulkan Al Qur'an dalam lempengan tulang dan lembaran kulit. Ia susun ayat demi ayat sebagaimana perintah sang pembawa Risalah. Sehingga tidak mengherankan jika ia menjadi salah satu rujukan utama Khalifah Abu Bakar ketika melakukan Jam'ul Qur'an (mengumpulkan Al Qur'an)[3]. Kemudian bagaimana ia bergelar Syahidah, sementara ia masih hidup ?

Ketika terjadi perang Badar (peperangan pertama dalam Islam), Ummu Waraqah meminta izin kepada Rasulullah SAW  untuk turut serta berjihad. Ia berkata :
"Ya Rasulullah, izinkanlah aku ikut berjihad. Aku bisa merawat yang sakit dan mengobati yang terluka" katanya dengan penuh semangat. " Mudah-mudahan Allah mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadaku" tambahnya.

Rasulullah SAW menjawab : "Tetaplah di rumahmu wahai Ummu Waraqah, sesungguhnya engkau adalah Asy Syahidah".

Itulah jawaban Rasulullah SAW. Sebuah jawaban bersumberkan wahyu. Jawaban yang mendeskripsikan masa depan Ummu Waraqah.

Sejak itulah Ummu waraqah terkenal dengan sebutan Asy Syahidah. Gelar yang diberikan oleh Rasulullah SAW  kepadanya, tanpa ada yang mengetahui makna di sebalik nama itu.

Waktu terus berlalu, namun ia tetap dalam keistiqomahannya. Ia telah melewati kehidupan di zaman Rasulullah SAW , kemudian zaman Abu Bakar ra. Hinggalah tiba zaman Khalifah Umar bin Khattab, zaman ketika ucapan Rasulullah SAW  menjadi kenyataan.

Dua budak (hamba sahaya) Ummu Waraqah yang telah dijanjikan merdeka dengan cara mudabbar[4] merasa terlalu lama menunggu kepergian tuannya. Mereka ingin segera merdeka dan mewarisi sepertiga dari hartanya. Dibuatlah sebuah rencana pembunuhan terhadap Sang Syahidah.

Hingga pada saat yang tepat mereka dengan tega membekap (menutup mulut) Ummu Waraqah dengan lembaran kain hingga beliau wafat. Jasad yang selama ini berdiri dalam shalat, lisan yang selama ini selalu melantunkan Al Qur'an dan hati yang selama ini dipenuhi dengan kecintaan kepada Rasulullah SAW, kini telah kehilangan ruh sucinya. Ia telah berpisah menuju tempat yang lebih mulia.

Itulah Asy Syahidah. Sosok yang telah mendapat Bisyaroh (kabar gembira) dari Rasulullah SAW , kini telah menemui sang Khaliq. Semoga Allah merahmatinya dengan Rahmat yang seluas-luasnya.


HIKMAH DAN PELAJARAN


Dari profile sosok shahabiyah ini, banyak pelajaran yang dapat kita petik, diantaranya:
1.      Ahlul Qur'an, Ahlul Jihad.
Para Ahlul Qur'an hendaklah berada di barisan pertama dalam dakwah dan Jihad. Sebagaimana yang dicontohkan Ummu Waraqah ketika mengungkapkan keinginannya untuk turut serta dalam perang Badar. Juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh 70 Sahabat yang syahid dalam peristiwa Bi'ru Ma'unah dan perang Yamamah.

2.      Mukjizat Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW  tidak berucap kecuali atas nama wahyu. Segala ucapannya benar, baik ketika serius atau sekedar bercanda. Inilah yang disebutkan oleh Allah SWT dalam firmannya:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى

“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya.”. (An Najm 53: 3)

Dalam kisah ini kita melihat kebenaran sabda Rasulullah SAW  berkenaan syahidnya Ummu Waraqah.

3.      Peranan seorang perempuan dalam masyarakat Islam.
Di antara peranan seorang wanita dalam Islam adalah bergerak di bidang kewanitaan. Segala hal yang terkait dengan kaum hawa, merekalah yang lebih sesuai merawat, mengelola dan mengembangkannya. Baik di bidang pendidikan, kedokteran, rumah tangga dan sebagainya.

4.      Ketergesaan adalah salah satu penyebab kegagalan mencapai tujuan.

مَنْ طَلَبَ شَيْئًا قَبْلَ آوَانِهِ عُوْقِبَ بِحشرْمَانِهِ
"siapa yang menyegerakan sesuatu sebelum masanya, maka ia dihukum dengan tidak memperoleh sesuatu yang diinginkannya".

 Itu adalah sebuah kaidah Fikih. Hendaklah sesuatu diusahakan secara wajar tanpa menggunakan jalan pintas. Dalam kisah di atas, dua budak hamba tersebut disalib di zaman Umar bin Khattab sebagai hukuman atas pembunuhan yang mereka lakukan. Mereka sedikitpun tidak menerima warisan  Ummu waraqah yang menjadi pemicu dan penggerak tindakan zhalimnya. Mereka adalah orang pertama yang di salib dalam Islam. Wallahu A'lam.


Baca juga: Guru Al Qur'an, Profesi Paling Mulia


[1]  Shahabiyah gelar kepada para wanita yang berada pada zaman Rasulullah SAW , berjumpa dengannya dan beriman kepada Risalahnya serta mati dalam keadaan beriman. Istilah ini sama dengan gelar Sahabat/shohabah untuk kaum lelaki diantara mereka.
[2]  Anshar berasal dari bahasa Arab yang berarti para penolong. Ia adalah gelar kepada penduduk Yatsrib (Madinah) yang menyambut kedatangan kaum Muhajirin Mekkah dan membantu mereka ketika peristiwa hijrah.
[3]  Peristiwa jam’ul Qur’an (pengumpulan Al Qur’an dalam bentuk Mushaf) terjadi 2 kali setelah wafatnya Baginda Rasulullah SAW. Pertama pada zaman Abu Bakar ra dan kedua pada zaman Utsman Bin Affan ra. Pada zaman Rasulullah SAW , Al Qur’an ditulis diatas lempengan batu, pelepah kurma, tulang dan sebagainya yang disusun secara rapi.
[4] Artinya seorang budak hamba akan serta merta menjadi bebas merdeka setelah tuannya meninggal.